Gresik (Radar-INews) – Situasi hubungan antara Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Gresik dan DPRD kian panas buntut polemik kewenangan kalangan legislatif menggelar dengar pendapat atau hearing terhadap sejumlah kepala desa (Kades). Tindakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 26 ayat (4) huruf a-e, disebutkan kades bertanggung jawab kepada masyarakat desa dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada bupati/wali kota. Sehingga legalitas dan etika pemerintahan terkait kalangan legislatif memanggil kepala desa patut dipertanyakan
“Lalu atas dasar apa DPRD, yang notabene lembaga legislatif daerah, memanggil dan menginterogasi kepala desa seolah-olah sedang melakukan pemeriksaan resmi?,” Ketua PKDI Kabupaten Gresik, Nurul Yatim, didampingi Sekretaris, Siswadi, Senin (12/5/2025).
Yatim menyebut pelaksanaan forum hearing yang bersifat terbuka dan terkadang bernada menghakimi, justru berpotensi mencederai kehormatan kepala desa sebagai pejabat publik yang dipilih langsung oleh masyarakat desa.
“Ini bukan hanya soal etika kelembagaan, tapi juga menyangkut asas pemerintahan yang baik dan perlindungan terhadap marwah jabatan kepala desa,” tegas Kepala Desa Baron, Kecamatan Dukun tersebut. “Ini tidak menyelesaikan masalah tapi justru menambah masalah,” imbuh dia.
Menurut Yatim, jika memang ada laporan masyarakat, seharusnya DPRD menyalurkan aspirasi itu kepada bupati sebagai pembina kepala desa atau Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Gresik. “Mekanismenya jelas. Bukan memanggil langsung dan menjadikan forum DPRD seolah-olah ruang sidang pengadilan,” ucapnya.
Jika pola ini dibiarkan, lanjut Yatim, bukan tidak mungkin DPRD menjadi alat tekanan politik terhadap kepala desa, yang pada akhirnya merusak tatanan otonomi desa yang dijamin undang-undang. “Saya minta hal ini tidak kembali terulang,” ujarnya.
Yatim juga menjelaskan UU Nomor 23 tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 27 ayat (3) menurut Yatim DPRD mempunyai fungsi legislasi (perundangan), anggaran (budgeter), dan pengawasan.
Selanjutnya, dalam Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 3-5 disebutkan bahwa, pengawasan terhadap keuangan desa dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten/Kota, Bupati/Wali kota.
Kemudian Permendagri Nomor 110 tahun 2016, tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bahwa, BPD yang berperan sebagai lembaga pengawasan di desa, bukan DPRD. Maka, pengawasan internal desa dilakukan oleh BPD, dan pengawasan eksternal dilakukan oleh bupati.
“Fungsi pengawasan ini terhadap pelaksanaan Perda dan APBD. DPRD tidak memiliki kewenangan administratif terhadap desa,” terangnya.
Tak sampai disitu, Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Gresik melayangkan surat kepada DPRD Gresik agar meluangkan waktu untuk bersedia menggelar audiensi.
“Kami berkirim surat ke DPRD untuk permohonan audiensi dan penegasan kewenangan terkait hearing terhadap kepala desa (kades),” ujarnya.
Permohonan PKDI untuk audiensi dengan DPRD, lanjut dia, sebagai bentuk keprihatinan atas beberapa kejadian pemanggilan kepala desa oleh DPRD Gresik dalam forum hearing beberapa waktu lalu.
“Atas kondisi ini kami menyampaikan tiga catatan penting,” tuturnya. Ketiga catatan itu, pertama berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, tentang Desa, kepala desa berada dalam kewenangan pembinaan dan pengawasan bupati/wali kota, bukan DPRD.
“Kedua, forum hearing yang bersifat terbuka dan menempatkan kepala desa dalam posisi seperti pihak yang diperiksa, berpotensi menimbulkan persepsi publik yang keliru dan mencederai marwah kelembagaan pemerintah desa”
“Ketiga, bahwa DPRD memiliki fungsi penting dalam menerima aspirasi masyarakat, namun mekanisme penyampaian dan tindak lanjutnya terhadap pemerintah desa sebaiknya dilakukan melalui jalur koordinatif dengan Pemerintah Kabupaten sesuai koridor hukum,” beber Yatim.
Ia menambahkan bahwa dalam permintaan audiensi itu, PKDI Gresik memohon klarifikasi dan penegasan kelembagaan DPRD terhadap posisi hukum kepala desa dalam forum-forum DPRD.
“Dalam forum audiensi itu kami akan menyampaikan pandangan dan aspirasi dari kepala desa secara langsung,” jelasnya.
Untuk itu, kata Yatim, PKDI memohon kesediaan Ketua DPRD Gresik (M Syahrul Munir) untuk menerima audiensi resmi dari jajaran pengurus PKDI Kabupaten Gresik pada waktu dan tempat yang ditentukan DPRD.
“Besar harapan kami untuk mendapatkan ruang dialog yang konstruktif demi menjaga sinergi dan kewibawaan antarlembaga pemerintahan,” tandas dia.
Mengenai polemik tersebut, Ketua DPRD Gresik M Syahrul Munir menyampaikan bahwa DPRD mengundang (memanggil) kepala desa bersangkutan karena menindaklaniuti adanya aduan dari masyarakat yang masuk ke DPRD.
“Kita panggil karena ada surat aduannya masuk ke DPRD. Jadi dasar kita panggil karena ada aduan. Kita mediasi sebagaimana biasanya. Kita bukan menghakimi, karena penghakiman ya ranahnya pengadilan. Kalau pun itu masuk ranah pidana atau perdata,” terangnya.
Ia lantas menegaskan, DPRD Gresik dengan fungsi pengawasannya berhak memanggil kepala desa karena kades selama menjabat menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Kades kan menggunakan APBD,” pungkasnya. (Pam)